JAKARTA - Konsep kurikulum 2013 yang berbasis tematik integratif dinilai hanya mengadopsi sistem pendidikan dan kurikulum sekolah internasional. Karena itu, jika konsep tersebut diterapkan di sekolah umum dan sekolah negeri, dikhawatirkan akan terjadi kegagalan.
�Kurikulum ini hanya dapat dilakukan di sekolah-sekolah internasional. Sekolah yang memiliki guru yang baik yang memahami materi, sarana prasarana yang memadai, dan jumlah siswa yang tidak banyak dalam satu kelasnya,� ujar pemerhati pendidikan, Romo Benny Susetyo, saat jumpa pers Komunitas Kristen-Katolik Peduli Pendidikan tentang sikap mereka terhadap kurikulum 2013, di Jakarta, kemarin.
Benny khawatir jika pemerintah tetap memaksakan penerapan kurikulum pada tahun ini, akan terjadi kegagalan. �Tidak mungkin sekolah-sekolah umum dan negeri akan sukses menjalankan kurikulum seperti itu dengan bekal kualitas guru dan fasilitas sekolah seperti saat ini,� ungkapnya.
Menurutnya, konsep kurikulum baru justru akan menambah beban guru. Sebab untuk dapat memahami tematik integratif, dibutuhkan keahlian. Padahal waktu yang disediakan oleh pemerintah untuk pelatihan para guru hanya 52 jam.
�Pelatihan guru seperti ini minimal butuh waktu setahun karena harus mengubah kultur guru. Jika hanya dalam waktu singkat, akhirnya guru hanya akan menghafal buku babon yang disediakan pemerintah tanpa mengerti apa-apa,� ujarnya.
Amputasi Kreativitas
Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Romo Mardiatmadja mengatakan, konsep implementasi kurikulum baru justru akan mengamputasi kreativitas guru. Sebab, dalam mengajar guru harus berpedoman pada buku paket atau buku babon yang disediakan oleh pemerintah.
�Ini sangat tidak cocok dengan ilmu mendidik. Semua guru akan diberi buku, lalu di kelas mereka menyampaikan apa yang ada di buku itu,� tegasnya.
Seperti diketahui, dalam penerpan kurikulum 2013 pemerintah akan membuat silabus bahan ajar. Dengan begitu, guru harus berpegang pada silabus tersebut saat mengajar. Menurutnya, pemerintah tidak bisa menyamaratakan pola dan sistem mengajar.
�Misalnya antara anak yang belajar di sekolah negeri dan sekolah swasta kan beda. Guru satu dan guru lain cara mengajarnya juga beda. Kalau ada penyeragaman, itu salah,� kata Mardi.
Jeirry Sumampow, pemerhati pendidikan Majelis Pendidikan Kristen membantah klaim Mendikbud Mohammad Nuh yang mengatakan bahwa pihaknya mendukung perubahan dan implementasi kurikulum baru pada Tahun Pelajaran 2013/2014.
�Majelis Pendidikan Kristen sejak awal sudah mengeluarkan pernyataan tidak menerima kurikulum ini dan meminta untuk ditunda, dibicarakan lebih mendalam, dan ditempatkan dalam konteks yang lebih baru,� ungkapnya.
Menurutnya, substansi dan filosofi pendidikan dalam kurikulum baru tidak jelas. �Penggabungan beberapa pelajaran justru membuat rancu. Jadi, cenderung dipaksakan,� tegasnya. (K32-60)
Sumber : http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=6846
Benny khawatir jika pemerintah tetap memaksakan penerapan kurikulum pada tahun ini, akan terjadi kegagalan. �Tidak mungkin sekolah-sekolah umum dan negeri akan sukses menjalankan kurikulum seperti itu dengan bekal kualitas guru dan fasilitas sekolah seperti saat ini,� ungkapnya.
Menurutnya, konsep kurikulum baru justru akan menambah beban guru. Sebab untuk dapat memahami tematik integratif, dibutuhkan keahlian. Padahal waktu yang disediakan oleh pemerintah untuk pelatihan para guru hanya 52 jam.
�Pelatihan guru seperti ini minimal butuh waktu setahun karena harus mengubah kultur guru. Jika hanya dalam waktu singkat, akhirnya guru hanya akan menghafal buku babon yang disediakan pemerintah tanpa mengerti apa-apa,� ujarnya.
Amputasi Kreativitas
Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Romo Mardiatmadja mengatakan, konsep implementasi kurikulum baru justru akan mengamputasi kreativitas guru. Sebab, dalam mengajar guru harus berpedoman pada buku paket atau buku babon yang disediakan oleh pemerintah.
�Ini sangat tidak cocok dengan ilmu mendidik. Semua guru akan diberi buku, lalu di kelas mereka menyampaikan apa yang ada di buku itu,� tegasnya.
Seperti diketahui, dalam penerpan kurikulum 2013 pemerintah akan membuat silabus bahan ajar. Dengan begitu, guru harus berpegang pada silabus tersebut saat mengajar. Menurutnya, pemerintah tidak bisa menyamaratakan pola dan sistem mengajar.
�Misalnya antara anak yang belajar di sekolah negeri dan sekolah swasta kan beda. Guru satu dan guru lain cara mengajarnya juga beda. Kalau ada penyeragaman, itu salah,� kata Mardi.
Jeirry Sumampow, pemerhati pendidikan Majelis Pendidikan Kristen membantah klaim Mendikbud Mohammad Nuh yang mengatakan bahwa pihaknya mendukung perubahan dan implementasi kurikulum baru pada Tahun Pelajaran 2013/2014.
�Majelis Pendidikan Kristen sejak awal sudah mengeluarkan pernyataan tidak menerima kurikulum ini dan meminta untuk ditunda, dibicarakan lebih mendalam, dan ditempatkan dalam konteks yang lebih baru,� ungkapnya.
Menurutnya, substansi dan filosofi pendidikan dalam kurikulum baru tidak jelas. �Penggabungan beberapa pelajaran justru membuat rancu. Jadi, cenderung dipaksakan,� tegasnya. (K32-60)
Sumber : http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=6846
0 komentar:
Posting Komentar